Indonesia adalah
negeri yang berdiri di tanah yang kaya dengan keindahan alam dan budayanya.
Selain menawarkan kepuasan pesona alamnya, para penikmat perjalanan juga akan merasakan
kepuasan dalam hal kerohanian. Ada ratusan destinasi wisata yang dikhususkan
sebagai tempat untuk berjiarah dan menemukan ketenangan spiritual. Beberapa diantaranya
adalah Taman Wisata Iman di Sumatera Utara, Salib Yesus Sang Penebus di Tana Toraja, Salib Yesus Memberkati di Manado atau Larantuka di Flores.
Diantara beragam
wisata religi yang sudah populer tersebut, terdapat dua pusat destinasi yang
bisa dijadikan tujuan jiarah, yaitu bukit doa Watomiten dan kampung Katolik di Pulau Bali. Kedua wisata religi ini tentu tak kalah menarik dengan wisata-wisata lainnya.
1. Bukit Doa Watomiten
Saat menyebutkan
Flores, maka yang ada dibenak Anda pastilah tentang Larantuka sebagai tujuan
wisata religi setiap menjelang perayaan Paskah. Padahal, jika berniat
menyeberang dari Larantuka ke Lewoleba di Pulau Lembata berperahu motor selama 2 jam, kita akan menyaksikan patung Bunda Maria di Bukit Doa Watomiten.
Uskup Larantuka,
Mgr, Fransiskus Kopong Kung, Pr meresmikannya pada 31 Oktober 2014. Bukit Doa
Watomiten terdiri atas 14 tempat perhentian (stasi) jalan salib yang
menggambarkan perjalanan Yesus. Stasi pertama, kisah Yesus dihukum mati dimulai
di jalan raya di tepi pantai. Sementara, perhentian terakhir, kisah pemakaman Yesus, berada di atas bukit sekitar 140 meter di atas permukaan laut.
Di puncak
bukitnya berdiri patun Bunda Maria setinggi 11 meter. Konon, BUkit Doa
Watomiten menjadi bukit doa tertinggi di dunia. Tatkala senja, birunya laut dan
jingganya langit akan menjadi saksi atas kehadiran ara pengunjung. Begitu
sampai di puncak bukit dan menengok ke bawah, pengunjung akan merasa kagum menyaksikan seberapa jauh pendakian kita.
2. Palasari kampung Katolik di Pulau Dewata
Sekitar 20
kilometer dari Pelabuhan Gilimanuk, terdapat satu kampung tersembunyi yang
menjadi salah satu pusat kekatolikan di Bali. Palasari, demikian nama kampung yang
menjadi bagian Desa Ekasari. Sekitar Sembilan puluh lima persen, penduduknya beragama Katolik.
Keunikan yang
dimiliki Palasari adalah desa dengan pusat bangunan gereja yang bernuansa Bali.
Sejarahnya diawali dari peran seorang pastor bernama Simon Buis, SVD. Pastor
Buis membangun sebuah desa berbudaya Bali namun kental dengan nuansa Katolik. Gereja,
yang mulai digunakan warga setempat sejak 1940, bergaya sangat kental dengan nuansa Bali.
Gerbang pintu
masuknya ibarat gapura pada perkampungan dalam tradisi Bali. Hiasan interior dan
eskterior gereja digarap seperti layaknya pura dengan berbagai patung dan
ukiran khas Bali; salib, patung Yesus dan Bunda Maria, hingga stasi jalan salib.
Terdapat tempat ziarah Gua Maria bernama Palinggih Ida Kaniaka Maria, yang
dibangun paa 1962 di Banjar Palasari. Namun, sejak 1983, gua itu dipindahkan dan
menjadi satu kompleks dengan Monumen Pastor Simon Buis. Di Palasari, saya
mencecap kehangatan dan keindahan toleransi di sebuah nusa yang mayoritas warganya
beragama Hindu.